Rabu, 30 Mei 2012

Interior Designer

okaay today I'll tell you about
Naning SA Adiwoso, Interior Designer


Naning SA Adiwoso adalah pendiri ADI Associate (kemudian menjadi PT ADI atau Asri Desindo Intiwidya) juga pendiri dan mantan ketua HDII(Himpunan Desainer Interior Indonesia), PT.ADI didirikannya sepulang dari AS pada 1980-an. Melalui ADI, ia langsung mengenalkan warna-warni tidak umum saat menjadi bi-cultural consultant designer (konsultan desain yang memahami dua budaya) untuk Citibank dan mobil Oil.

Beliau merampungkan studi interior architecture di International Institute of Interior Design dan Environmental Design di Pratt Institute (New York), dan juga telah menjadi desainer di Washington DC pada 1973, terkenal dengan kekuatan warna dan space planningnya. Ia tak pernah menggunakan satu warna tetapi dua hingga tiga warna. Baginya warna tidak statis dan harus inovatif.

Di tahun 2001, beliau mendirikan INIAS (Indonesian Interior and Architectural Space) Resources Center. Pertimbangan utamanya adalah tuntutan akan regenerasi dalam menghadap tantangan di masa mendatang dalam era globalisasi, juga untuk membantu para desainer junior agar dapat bersaing ke depan dengan mendapatkan informasi dan network.. Kegiatan INIAS diantaranya melalui acara INIAS Goes to Campus dan seminar-seminar.

Tahun 2008 lalu, beliau terlibat sebagai Initiator core founder Green Building Indonesia. Kepedulian beliau terhadap global warming mendorongnya untuk terlibat secara aktif dalam organisasi tersebut. Sejak tahun 2008 hingga sekarang beliau menjabat sebagai Chairperson Green Building Indonesia.
Naning Adiwoso terkenal dengan kekuatan warna dan space planningnya karena dalam dunia interior, warna berperan penting dan bukan hanya membuat rumah tampil menarik dan indah tapi juga memberikan efek psikologis. Sayangnya, di Indonesia, soal aplikasi warna ini, kita masih jauh ketinggalan. Tata warna rumah selama ini monoton, warna yang dipakai itu-itu saja seperti beige dan krem. Developer pun tidak memberikan inspirasi dan pencerahan, orientasinya hanya pasar.

Beberapa tahun terakhir ini, beliau bekerja sama dengan beberapa produsen cat, salah satunya Mowilex, dan melansir tren warna (color forecast) sebagai guidance dalam memilih warna.

Dalam kiprahnya di dunia interior, beliau tertarik mempelajari warna karena menurutnya warna bisa memberi efek psikologis, energy. Menurutnya, barang jelek jika diberi warna bagus akan menjadi bagus. Sebaliknya barang bagus jika warnanya jelek akan ikut jelek. Di tahun 1980-an, di Amerika sudah ada colour trend. Di tahun 1985 saat beliau kembali ke Indonesia, ia melihat desainer Indonesia cuma memakai warna beige, krem, belum berani memakai warna hijau, biru, merah. Beliau justru mendesain dengan warna-warna seperti itu. Karena menurutnya, warna tidak pernah statis. Dalam mendesain, beliau selalu memakai 2-3 warna. Untuk ruang kerja seorang akunting misalnya, beliau memakai tidak hanya menggunakan warna abu-abu, tetapi ada biru dan hijau di salah satu sisinya. Jadi pada saat orang ada di ruangan itu, dan sedang tidak mood, orang itu bisa menatapnya. Penambahan warna merah berfungsi untuk driving energy, menggugah semangat untuk bekerja lagi. Menurut beliau, warna juga berkaitan dengan cahaya, warna penting, tetapi lebih penting lagi adalah cahaya. Tidak ada cahaya, tidak ada warna.

Bagi Naning Adiwoso, menggunakan warna yang tidak umum bukan membawa kepentingan produsen cat, karena menurutnya color it’s culture, it’s marketing tool, it’s commercial. Beliau selalu ingin membuat sesuatu yang berbeda dari yang lain, karena kompetisinya kuat sekali, menurutnya desainer harus inovatif melakukan perubahan. Jadi warna tidak bisa cepat disimpulkan bagus atau tidak, bisa saja kadang-kadang terlihat norak, serangkaian pengalaman dan pemahaman akan membantu seorang desainer menjadi inovatif. Tingkat pendidikan juga membantu pemahaman itu.

Beliau mengatakan yang harus dipertimbangkan dalam memilih warna adalah kita harus melihat alamnya, budayanya, juga sisi psikologisnya. Beliau mencotohkan orang Jepang yang padat pendudujnya, produk-produknya banyak menggunakan warna pastel, tujuannya supaya slowing down dan tenang.

Menurut beliau lagi, prinsip psikologis ini tampaknya diabaikan oleh developer karena mereka menggunakan warna untuk jualan, entertaining, dan memberi impian. Sekarang, para developer banyak mengadopsi warna khas mediteranian (yang lebih berwarna warni untuk eksterior), mereka tidak berpikir kalau intensitas cahaya kita lebih banyak dan lebih terik. Akibatnya warna cepat pudar. Menurut beliau, mungkin maksudnya mau menarik perhatian konsumen, dan kalau terlihat norak, orang akan lama-lama tertarik lalu membeli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar